Minggu, April 27, 2008

25-04-2008 13:17 WIB
Catatan dari Workshop Perbankan, 
Perhimpunan Jurnalis Indonesia (3 Habis)

Kebijakan Diverensifikasi Pangan Perlu Diintensifkan


Media cetak dan elekronik nasional gencar memberitakan ancaman (sebagian pihak bahkan menyebutkan sudah) krisis pangan yang dialami negeri ini. Apa yang harus dilakukan pemerintah? Berikut pemikiran Siswono Yudo Husodo, mantan Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) yang menjadi salah seorang pembicara sekaligus narasumber pada workshop itu.


“Membicarakan masalah pangan, dimensinya sangat luas,” ujar Siswono mengawali penyampaian masukannya kepada puluhan media di salah satu lobi Hotel Garden Permata Bandung.

Strategi pangan bagi Indonesia jangan hanya bertumpu pada beras. Indonesia adalah negara dengan potensi pangan yang besar. “Kita memiliki sumber karbohidrat dan protein yang sangat beragam dan sangat banyak yang bisa dimanfaatkan untuk pangan rakrat,” jelasnya.

Selain beras, Indonesia memiliki beragam sumber bahan pangan alternatif seperti sagu (yang terluas di dunia), ubi kayu, ubi jalar, jagung, sukun, talas dan lain-lain. Menurut Siswono, untuk jangka waktu yang sangat lama, potensi alternatif tersebut tidak diberdayakan, tapi masyarakatnya malah diseragamkan jadi pemakai beras.

“Sagu adalah potensi pangan yang dapat dikembangkan dengan cepat karena ketersediaannnya yang besar. Di dunia ini, terdapat 2 juta hektar hutan sagu, separuhnya ada di Indonesia, dan 0,9 juta hektar ada di Papua,” terang mantan Menkokesra pada kabinet era Orde Baru itu.

Siswono melihat, diverensifikasi pangan sesuai dengan kekayaan alam lokal perlu menjadi kebijakan pemerintah. Dan ini merupakan bagian yang sangat penting dari strategi pangan nasional.

“Pemerintah tidak boleh hanya konsentrasi soal beras, tapi juga harus memikirkan saudara-saudara di Papua dan Maluku yang mengandalkan sagu dan ubi jalar sebagai panganan pokoknya. Warga kita di NTT dan Madura dapat mengandalkan panganan berbasis jagung. Pisang juga dapat dipertahankan sebagai makanan pokok di beberapa bagian di Sulawesi,” paparnya.

Indonesia juga harus terus mengembangkan kualitas dan citra kuliner makanan tradisononal. Jika dibandingkan Jepang dan Thailand, kuliner Indonesia sangat lamban melaju.

“Meksiko membuat tepung jagung menjadi roti torlita. Orang jepang makan mie dari tepung ubi yang disebuat soba. Orang Cina di bagian selatan mengkonsumsi mie berbahan baku tepung beras bernama kwee tiau dan bihun atau kacang hijau bernama soon,” jelas dia. (*)

(Iman Saffir Rahman) Sumber:RADAR BOGOR

Tidak ada komentar: