Minggu, April 27, 2008

25-04-2008 13:17 WIB
Catatan dari Workshop Perbankan, 
Perhimpunan Jurnalis Indonesia (3 Habis)

Kebijakan Diverensifikasi Pangan Perlu Diintensifkan


Media cetak dan elekronik nasional gencar memberitakan ancaman (sebagian pihak bahkan menyebutkan sudah) krisis pangan yang dialami negeri ini. Apa yang harus dilakukan pemerintah? Berikut pemikiran Siswono Yudo Husodo, mantan Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) yang menjadi salah seorang pembicara sekaligus narasumber pada workshop itu.


“Membicarakan masalah pangan, dimensinya sangat luas,” ujar Siswono mengawali penyampaian masukannya kepada puluhan media di salah satu lobi Hotel Garden Permata Bandung.

Strategi pangan bagi Indonesia jangan hanya bertumpu pada beras. Indonesia adalah negara dengan potensi pangan yang besar. “Kita memiliki sumber karbohidrat dan protein yang sangat beragam dan sangat banyak yang bisa dimanfaatkan untuk pangan rakrat,” jelasnya.

Selain beras, Indonesia memiliki beragam sumber bahan pangan alternatif seperti sagu (yang terluas di dunia), ubi kayu, ubi jalar, jagung, sukun, talas dan lain-lain. Menurut Siswono, untuk jangka waktu yang sangat lama, potensi alternatif tersebut tidak diberdayakan, tapi masyarakatnya malah diseragamkan jadi pemakai beras.

“Sagu adalah potensi pangan yang dapat dikembangkan dengan cepat karena ketersediaannnya yang besar. Di dunia ini, terdapat 2 juta hektar hutan sagu, separuhnya ada di Indonesia, dan 0,9 juta hektar ada di Papua,” terang mantan Menkokesra pada kabinet era Orde Baru itu.

Siswono melihat, diverensifikasi pangan sesuai dengan kekayaan alam lokal perlu menjadi kebijakan pemerintah. Dan ini merupakan bagian yang sangat penting dari strategi pangan nasional.

“Pemerintah tidak boleh hanya konsentrasi soal beras, tapi juga harus memikirkan saudara-saudara di Papua dan Maluku yang mengandalkan sagu dan ubi jalar sebagai panganan pokoknya. Warga kita di NTT dan Madura dapat mengandalkan panganan berbasis jagung. Pisang juga dapat dipertahankan sebagai makanan pokok di beberapa bagian di Sulawesi,” paparnya.

Indonesia juga harus terus mengembangkan kualitas dan citra kuliner makanan tradisononal. Jika dibandingkan Jepang dan Thailand, kuliner Indonesia sangat lamban melaju.

“Meksiko membuat tepung jagung menjadi roti torlita. Orang jepang makan mie dari tepung ubi yang disebuat soba. Orang Cina di bagian selatan mengkonsumsi mie berbahan baku tepung beras bernama kwee tiau dan bihun atau kacang hijau bernama soon,” jelas dia. (*)

(Iman Saffir Rahman) Sumber:RADAR BOGOR
Catatan dari Workshop Perbankan, 
Perhimpunan Jurnalis Indonesia (2)

Tekan Inflasi, BI Pilih Stabilkan Harga Pangan


Tekanan inflasi dunia dalam tiga bulan pertama tahun ini cenderung meningkat. Tren ini secara umum disebabkan tingginya harga komunitas dunia, terutama pangan dan energi. Kecenderungan ini berimbas langsung pada peningkatan indeks harga konsumtif (IHK) Indonesia pada triwulan pertama tahun ini.


Menurut Deputi Gubernur BI Bidang Moneter Hartadi A Sarwono, meningkatnya harga komunitas internasional memberikan tekanan pada inflasi inti. Disamping faktor ekternal inflasi IHK yang mencapai 3,4 persen (quarter to quarter) atau 8,17 persen (year on year) ini dipengaruhi faktor domestik seperti kelangkaan minyak tanah dan gangguan pasokan komuditas bahan makanan.

Dalam pertemuannya dengan para wartawan media cetak dan elektrinik, Hartadi mengungkapkan jika dikelompokan tingginya inflasi di Indonesia terjadi pada kelompok bahan makanan (minyak goreng dan cabe merah), sandang (emas) dan makanan jadi (mie instan dan nasi).

“Inflasi dalam bulan mendayang diperkirakan masih meningkat, dan masih terjadi pada kelompok bahan makanan serta kelangkaan minyak tanah dan elpiji. Karena tekanan ini bisa dikategorikan sebagai cost push inflation(tekanan dari sisi penawaran), maka penangananya akan lebih efektif jika dilakukan di sisi penawaran,” jelas doktor bidang moneter lulusan University of Oregon, Amerika Serikat itu.

BI sendiri gencar melakukan penanganan yang terstruktur terutama dengan melakukan stabilisasi harga, terutama komuditas strategis. Mereka mengklaim, stabilnya harga beras dan minyak goreng dapat mengurangi tekanan inflasi.

“Inflasi IHK 2006 sebesar 6,6 persen dapat berkurang menjadi 4,9 persen bila harga beras dan minyak goreng stabil. Begitu pula pada tahun berikutnyam dari 6,6 persen menjadi 5,6 persen. Ini akibat stabilisasi harga minyak goreng dan beras,” bebernya.

Stabilisasi harga melalui perbaikan distribusi pasokan masih sangat mungkin dilakukan. “Beras misalnya, perana badan penyangga seperti Bulog masih akan efektif dalam menjaga kebutuhan pasokan karena pada dasarnya stck beras yang ada masih mencukupi. Dengan stock beras yang cukup, Bulog dapat mendistribusikannya secara merata sesuai dengan kebutuhan ril pada saata dan daerah yang tepat,” jelas mantan kepala Perwakilan BI di Tokyo itu.

Nah, untuk mengatasi berbagai tekanan inflasi, pemerintah telah melakukan berbagai upaya. Diantaranya membentuk Tim Koordinasi Stabilisasi Pangan Pokok. Selain itu, mengeluarkan paket kebijakan stabilisasi pangan pokok yang meliputi komuditas beras, minyak goreng, tepung terigu, dan kedelai.

“Berdasarkan pemantauan BI sampai saat ini implementasi kebijakan stabilisasi pangan pokok berupatan intensif fiskal dan upaya peningkatan produksi dalam negeri telah menunjukan beberapa keberhasilan,” pungkasnya. (*) (Iman Saffir Rahman)

Sumber: RADAR BOGOR
23-04-2008 17:23 WIB
Catatan dari Workshop Perbankan, 
Perhimpunan Jurnalis Indonesia (1)

Inflasi dan Nasi Kuning Rp50 Ribu per Porsi


Istilah “Inflasi” belakangan menjadi akrab di telinga masyarakat Indonesia. Bagaimana pengaruhnya bagi pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga menyebabkan harga nasi kuning campur oreg tempe yang biasa kita konsumsi bisa melambung jadi Rp50 ribu?

Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) bekerjasama dengan Dewan Pers menggelar Workshop Perbankan Untuk Jurnalis di Grand Permata Hotel, Bandung Sabtu dan Minggu (19-20/4). Mereka menginginkan para peliput bidang ekonomi dan bisnis memiliki pengetahuan lebih soal dunia perbankan, terutama masalah pergerakan inflasi.

Nah, atas dasar itu PJI mengundang banyak narasumber yang kompeten, seperti Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dr Hartadi A Sarwono, mantan Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudohusodo, Pengamat Ekonomi Rofikoh Rokhim, Ekonom Unpad Ina Primiana, anggota Dewan Pers Wikrama I Abidin, dan anggota Dewan Kehormatan Kode Etik PJI Andi Surudji.

Kegiatan ini diikuti puluhan wartawan cetak dan elektronik dari wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jogjakarta dan Jawa Timur. Menurut Ketua Umum PJI pusat Ismed Hasan Putro, even yang jarang dilakukan ini merupakan bukti nyata kepedulian PJI kepada insan pers nasional. Pada kesempatan itu pihaknya melantik kepengurusan daerah (pengda) PJI Jawa Barat periode 2008-2013 di bawah pimpinan Olih Solihin (Radar Bandung).

Sebagai Perekonomian terbuka yang baru saja pulih dari krisis, menurut Hartadi, negeri ini tidak pernah kebal dari perkembangan ekonomi dunia. Gejolak harga internasional itu “diperkuat” dampaknya oleh buruknya prasarana transportasi dan tingginya ekspektasi (perkiraan) inflasi para pelaku ekonomi akibat pengalaman masa lalu.

“Inflasi Maret 2008 yang diperkirakan lebih rendah dari bulan sebelumnya, justru melambung ke angka 0,95 persen (month-to-month) sehingga mengakumulasi inflasi di triwulan pertama ini pada tingkat 3,41 persen (year-to-year),” ungkap Hartadi.

Menurutnya, berbagai perkembangan eksternal seperti kenaikan harga komuditas dan melambatnya ekonomi global serta tekanan terhadap fiskal berpotensi menurunakan prospek pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan tekanan inflasi 2008 dari proyeksi sebelumnya. Apalagi hal tersebut masih berpotensi membruuk lagi seiring masih tingginya faktor risiko. Sehingga pada akhirnya bermuara pada kondisi perekonomian nasional, termasuk kenaikan harga barang-barang pokok.

Nah melihat kecenderungan tersebut, rasanya sinkron dengan fenomena ditengah-tengah berlangsungnya acara.Saat itu, seorang rekan dari Cirebon M Ronna Anggiedatang ke hotel lebih awal dari peserta lainnya. Karena merasa lapar dia berniat sarapan pagi di coffee shop. Karena panitia tidak mengagendakan sarapan pagi, maka dengan terpaksa teman dari Radar Cirebon itu makan di tempat itu meski sempat diberitahu bakal terkena cash.

Menunya hanya sepiring nasi kuning dengan lauk oreg (tempe kering) dan kentang goreng plus secangkir teh hangat. Bergegas setelah selesainya, menuju kasir. Tapi dia kaget setelah tagihan yang harus ia bayar sebesar Rp50 ribu. Dengan berat hati, terpaksa harus membayar. “Mungkin ini akibat inflasi ya. Tapi tidak apa-apa, yang penting saya mendapat ilmu dari orang-orang di bidangnya,” kata Ronna menghibur diri (*) 
(Iman Saffir Rahman) Sumber:RADAR BOGOR

Rabu, April 23, 2008

Workshop tentang Inflasi untuk Jurnalis Cetak E-mail
Ditulis Oleh Ainur Rahman

Bandung, PJINEWS.COM - Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) daerah Jawa Barat bekerjasama dengan Dewan Pers menggelar workshop bertemakan inflation target framework di Hotel Permata Garden, Bandung pada Sabtu-Minggu (19-29/4) untuk para 'pemburu berita' atau jurnalis.

Dalam acara yang berlangsung dua hari itu, peserta pelatihan dibekali tentang berbagai persoalan yang berkaiatan dengan inflasi. Mulai persoalan penyebab inflasi secara global hingga dampaknya terhadap perkembangan perekonomian di daerah.

Gubernur Bank Indonesia Hartadi A Sarwono yang hadir sebagai pemateri menjelaskan tentang peranan BI dalam pengendalian inflasi dan akselarasi pembangunan daerah sekarang ini. Dari survei BI dan Badan Pusat Statistik (BPS), Dalam emapat tahun terakhir, laju inflasi 34 dari 45 kota di Indonesia di atas rata-rata inflasi nasional. Bobot inflasi 34 kota itu sebesar 50,9 persen. Kelompok bahan makanan memberikan kontribusi besar terhadap inflasi. Sebabnya, lanjut Hartadi ada dua. Pertama, mata rantai distribusi yang terlalu panjang. Kedua, peran tengkulak dalam menentukan harga jual produk pertanian yang terlalu besar.

Selain Hartadi, juga hadir sebagai pemateri Pembina Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Siswono Yudo Husodo yang membeberkan tentang Nasib Indonesia dalam Gejolak Pangan Dunia. Dalam pemaparannya, menurut Siswono, Indonesia yang saat ini sedang mengalami krisis pangan, bukan karena tidak adanya pangan, tetapi disebabkan empat hal. Pertama, ketergantungan pada pangan impor meningkat. Kedua, kualitas pangan rakyat yang relatif kurang baik. Ketiga, rakyat Indonesia digiring untuk menjadi pemakan roti dan mie yang bahan bakunya dari gandum. Keempat, banyak investor yang mengalihkan arena permainan ke perjudian di bursa komoditas.

Sementara itu, Ekonom dari Universitas Padjajaran Ina Primiana menjelaskan, ketika harga kebutuhan bahan pokok terus melonjak, maka tingkat inflasi makin meningkat. Ketidakstabilan harga tersebut terjadi bukan disebabkan oleh kebijakan moneter, namun ada ketidakberesan dalam kebijakan fiskal dan sektor ril. "Antara lain, tidak adanya kemandirian pangan dan masih mengandal pada impor, ketidaksiapan input dalam negeri dan ada ketidakpercayaan terhadap produksi dalam negeri oleh pengusaha kita," jelas perempuan berkacamata itu.

Dalam workshop tersebut, para jurnalis juga dibekali bagaimana memilih angle berita dan teknik penulisannya. Yang tak kalah penting, penyegaran terhadap kode etik jurnalistik juga disampaikan oleh Dewan Pers.Sumber:PJINEWS.COM

Selasa, April 22, 2008

Tingkat Inflasi 34 Kota di Atas Rata-rata Nasional
Rantai Distribusi Terlampau Panjang

Senin, 21 April 2008 | 01:22 WIB

Bandung, Kompas - Berdasarkan hasil survei Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik dalam empat tahun terakhir, laju inflasi 34 dari 45 kota di Indonesia di atas rata-rata inflasi nasional. Bobot inflasi 34 kota itu sebesar 50,9 persen. Kelompok bahan makanan memberikan kontribusi besar terhadap inflasi. 


Demikian diungkapkan Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi A Sarwono dalam Workshop Soal Perbankan dan Inflasi yang diselenggarakan Perhimpunan Jurnalis Indonesia, Sabtu (19/4) di Bandung.”Beberapa komoditas makanan penyumbang inflasi, antara lain kenaikan harga minyak goreng, cabai merah, dan mi,” ungkap Hartadi.


Menurut dia, pada bulan-bulan mendatang, makanan diperkirakan tetap menjadi penentu utama peningkatan inflasi. Selain itu, minyak tanah dan elpiji turut pula berperan karena tingkat kelangkaannya. Hartadi mengungkapkan, tekanan inflasi pada kuartal pertama tahun ini disebabkan naiknya harga komoditas di pasar dunia yang berakibat secara global, termasuk pada komoditas pangan dan energi nasional. 


Penanganan masalah ini akan lebih efektif jika dilakukan dengan stabilisasi harga komoditas strategis. ”Stabilisasi harga bahan pokok komoditas strategis terbukti efektif mengurangi tekanan inflasi,” ujar Hartadi. Menurut Hartadi, untuk mencegah laju inflasi dan stabilisasi harga, BI bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik melakukan survei ke sejumlah daerah dan menemukan dua masalah penyebab inflasi di daerah. Pertama, mata rantai distribusi yang terlalu panjang. Kedua, besarnya peran tengkulak dalam menentukan harga jual produk pertanian.

Tekanan ekonomi

Hartadi mengatakan, dengan harga gabah yang rendah, petani sebenarnya enggan menyerahkan hasil panennya kepada tengkulak. Namun, karena tekanan ekonomi saat ini yang begitu berat, petani akhirnya terpaksa menjual hasil panennya kepada tengkulak.

”Untuk mengatasi masalah ini, Perum Bulog seharusnya tidak menetapkan kualifikasi yang terlalu ketat. Namun, sebagaimana tengkulak yang dapat memainkan harga, Bulog harus menyerap semua hasil panen agar harga terkontrol. Selain itu, untuk mendukung distribusi barang, sarana infrastruktur pun harus dibenahi,” katanya menambahkan.

Dalam rangka peningkatan pertumbuhan nilai ekonomi, BI berkomitmen untuk memberikan masukan kepada pemerintah pusat dan pemda berupa data, analisis, dan segala informasi tentang peluang ekonomi.

Bagi Hartadi, tingginya harga komoditas akhir-akhir ini seharusnya dapat dimanfaatkan oleh pemerintah maupun masyarakat, antara lain dengan melakukan intensifikasi produksi. Hartadi mencontohkan, produksi minyak Indonesia yang direncanakan dalam APBN 2008 sebesar 1,032 juta barrel per tahun tidak sanggup dipenuhi Pertamina. Tahun ini, Pertamina hanya menyanggupi produksi minyak sebesar 927.000 barrel.

Sebelumnya, pemerintah dan BI telah menetapkan sasaran inflasi untuk tiga tahun ke depan. Sasaran inflasi itu dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1 Tahun 2008 tentang Sasaran Inflasi Tahun 2008, 2009, dan Tahun 2010. Sasaran laju inflasi tahun ini adalah 5 persen plus minus 1, inflasi 2009 ditargetkan 4,5 persen plus minus 1, dan tahun 2010 ditetapkan 4 persen plus minus 1. (A01)Sumber:Kompas


===============================================

Senin, April 21, 2008

News nasional
Jelang Pemilu 2009, Tokoh Tua Kembali Bermunculan
Senin, 21/04/2008

BANDUNG (SINDO) – Jelang Pemilihan Umum/Pemilihan Presiden (Pemilu/Pilpres) 2009, kondisi politik nasional memanas.


Partai-partai politik (parpol) mulai melancarkan strategi politik. Para tokoh pun bermunculan menyatakan siap mencalonkan diri sebagai presiden. Tidak terkecuali tokoh-tokoh sepuh. Setelah sebelumnya mantan Menteri Penerangan Harmoko menyatakan siap bersaing dalam Pemilu 2009 melalui Partai Kerakyatan Nasional (PKN) yang telah dideklarasikannya, kini giliran Ketua Dewan Penasihat Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudho Husodo yang mengaku siap dicalonkan menjadi presiden dalam Pilpres 2009.


Dia mengaku, langkah ini merupakan bentuk tanggung jawab dirinya untuk mengabdi bagi Tanah Air. ”Kalau memang saya masih dipercaya rakyat untuk memimpin bangsa ini, saya siap. Tapi kita tunggu saja nanti,” ungkap Siswono di sela-sela workshop Inflation Target Framework yang digelar Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Jabar di Bandung, Jawa Barat, kemarin.


Siswono juga mengaku dirinya sudah didekati beberapa parpol. ”Pokoknya ada partai yang sudah melirik saya, tapi lihat saja nanti kalau tiba waktunya,” ujar mantan Menteri Perumahan Rakyat dan Menteri Transmigrasi ini. Siswono yang sebelumnya menjadi pasangan Amien Rais sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2004 mengaku saat ini sudah menjalin komunikasi politik dengan parpol yang dulu mendukungnya.

 (iwa ahmad sugriwa) Sumber : Sindo

====================================================================



Senin ,
21 April 2008 , 00:38:04 wib
Siswono Yudo Husodo

Kalau Itu Amanat Kita Harus Siap

Oktora Veriawan

BANDUNG Mantan menteri perumahan rakyat masa orde baru, Siswono Yudo Husodo, bersedia jika dicalonkan dalam Pemilu Presiden 2009 . Hal tersebut terkuak setelah beberapa partai menyatakan keinginannya untuk mengusung dirinya menjadi capres atau cawapres."Semuanya masih jauh, pilpresnya saja masih tahun depan, siap tidak siap,kita lihat saja nanti," ujarnya, saat menjadi pembicara dalam workshop Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) di Hotel Permata, Sabtu (19/4) malam.

Pak Sis, sapaan Siswono, enggan menyebut partai mana saja yang mengusung namanya dalam bursa capres atau swapres. Namun partai yang sudah mendekatinya merupakan partai yang memiliki basis massa yang cukup banyak. "Jabatan itu amanat. Siapa pun itu, kalau itu amanat dari rakyat ya harus siap,"jelas Pak Sis, yang malam itu menggunakan tongkat penyangga akibat lututnya cedera. "Saya sudah berusia 65 tahun, masih banyak yang muda muda. Tapi kalau itu amanat, kita harus siap," imbuh mantan cawapres pada Pilpres 2004 ini. (tor)

sumber:tribunjabar

====================================================================================

Sabtu, April 19, 2008

INFO

Prosedur Pengaduan ke Dewan Pers
Rapat Pleno Dewan Pers di Bogor, 25-26 November 2007, telah mengesahkan perubahan Prosedur Pengaduan ke Dewan Pers. Berikut ini prosedur yang baru tersebut, yang lebih ringkas dari sebelumnya:
PROSEDUR PENGADUAN KE DEWAN PERS
PENDAHULUAN
KEMERDEKAAN pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum. Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan untuk meningkatkan kehidupan pers nasional dibentuk Dewan Pers yang independen. Selain untuk melindungi kemerdekaan pers, Dewan Pers juga berfungsi menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik serta memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
Untuk maksud tersebut Dewan Pers menyusun prosedur pengaduan sebagai berikut:
Pasal 1
(1) Dewan Pers menerima pengaduan masyarakat menyangkut pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik atau kasus-kasus pemberitaan pers lainnya.
(2) Dewan Pers tidak memeriksa pengaduan yang sudah diajukan ke polisi atau pengadilan.
(3) Pengaduan dapat dilakukan secara tertulis atau datang ke Dewan Pers.
(4) Pengadu wajib mencantumkan nama dan alamat lengkap (nomor telepon, faksimil, email jika ada).
(5) Pengaduan ditujukan kepada Dewan Pers, alamat Gedung Dewan Pers Lantai VII, Jalan Kebon Sirih No. 32-34, Jakarta 10110. Telepon: 021-3521488, faksimil: 021-3452030, Email: dewanpers@cbn.net.id.
Pasal 2
(1) Pihak yang diadukan adalah penanggung jawab media.
(2) Pengadu mengajukan keberatan terhadap berita yang dianggap merugikan dirinya, lembaganya atau masyarakat.
(3) Pengaduan terhadap media cetak, lembaga penyiaran, dan media internet menyebutkan nama media, tanggal edisi penerbitan/publikasi dan judul tulisan/program siaran, deskripsi foto dan ilustrasi yang dipersoalkan dengan melampirkan dokumen atau data pendukung.
Pasal 3
Pengaduan dapat disampaikan untuk materi jurnalistik yang diterbitkan atau disiarkan selama-lamanya 2 (dua) bulan sebelumnya, kecuali untuk kasus khusus yang menyangkut kepentingan umum.
Pasal 4
Pengadu sedapat mungkin berhubungan langsung dengan Dewan Pers. Kehadiran kuasa pengadu dapat diterima jika dilengkapi surat kuasa yang sah.
Pasal 5
(1) Pengaduan gugur apabila pengadu tidak memenuhi dua kali panggilan Dewan Pers. Pengaduan tersebut tidak dapat diajukan kembali.
(2) Jika pihak yang diadukan sudah dua kali dipanggil tidak datang, Dewan Pers tetap memproses pemeriksaan.
Pasal 6
(1) Setelah menerima pengaduan, Dewan Pers mengadakan rapat untuk membahas pengaduan.
(2) Dalam menangani pengaduan, Dewan Pers dapat memanggil dan memeriksa pengadu dan yang diadukan.
(3) Dewan Pers dapat menyelesaikan pengaduan tertentu melalui surat-menyurat.
(4) Dalam menangani pengaduan, Dewan Pers dapat meminta pendapat pakar.
Pasal 7
(1) Dewan Pers mengupayakan penyelesaian melalui musyawarah untuk mufakat yang dituangkan dalam pernyataan perdamaian.
(2) Jika musyawarah tidak mencapai mufakat, Dewan Pers tetap melanjutkan proses pemeriksaan untuk mengambil keputusan.
Pasal 8
(1) Keputusan Dewan Pers berupa Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) ditetapkan melalui Rapat Pleno.
(2) Pemberitahuan Keputusan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi dari Dewan Pers disampaikan kepada para pihak yang bersengketa dan bersifat terbuka.
Pasal 9
(1) Perusahaan pers yang diadukan wajib melaksanakan dan memuat atau menyiarkan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi Dewan Pers di media bersangkutan.
(2) Jika Perusahaan Pers tidak mematuhi Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi, Dewan Pers akan mengeluarkan pernyataan terbuka khusus untuk itu.
Disetujui dalam Rapat Pleno Anggota DEWAN PERS di Bogor, pada hari Minggu tanggal 25 bulan November tahun 2007
Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA., Ketua DEWAN PERS
Sabam Leo Batubara, Wakil Ketua DEWAN PERS
Abdullah Alamudi, Anggota DEWAN PERS
Bambang Harymurti, Anggota DEWAN PERS
Bekti Nugroho, Anggota DEWAN PERS
Garin Nugroho, Anggota DEWAN PERS
Satria Naradha, Anggota DEWAN PERS
Wikrama Iryans Abidin, Anggota DEWAN PERS
Wina Armada Sukardi, Anggota DEWAN PERS

Sumber:www.dewanpers.org