Rabu, Maret 02, 2011

PJI Jabar-PSSI Jabar





Diskusi Panel PJI Jabar
"DI BALIK KISRUH SUKSESI KETUM PSSI"

Verifikasi Ketum PSSI Harus Transparan

SENIN, 28/02/2011 - 21:14

BANDUNG, (PRLM).- Proses verifikasi pemilihan calon ketua umum PSSI harus dilakukan secara transparan. Dan untuk merealisasikannya, sebaiknya anggota tim pemilihan itu terdiri dari pihak yang independen, kapabel, dan kredibel.

Pernyataan itu diutarakan pengamat sepakbola sekaligus salah satu komisaris PT Persib Bandung Bermartabat, Kuswara S. Taryono dalam diskusi "Di Balik Kisruh Suksesi Ketum PSSI" yang diselenggarakan Pengurus Daerah Jabar Perhimpunan Jurnalis Indonesia di Hotel Horison, Senin (28/2).

Menurutnya, proses pemilihan calon ketua umum yang transparan sejak awal akan menghindarkan kecurigaan masyarakat yang menimbulkan kisruh seperti yang saat ini tengah bergulir.

Kuswara mengatakan, dibatalkannya keempat nama calon ketua umum PSSi beberapa waktu lalu sebaiknya ditanggapi dengan bijaksana. Ia menjelaskan justru ini menjadi saat yang tepat untuk mengawali proses pemilihan secara benar dan transparan.

"Misalnya, jika kemarin itu tim verifikasi bilang masih ada yang kurang, mungkin sekarang saatnya untuk dilengkapi atau diperbaiki lagi. Intinya, kembali lagi ke awal namun semuanya harus serba jelas untuk memberi penjelasan kepada masyarakat yang kurang mengerti prosesnya," katanya.

Ia juga mengatakan sebaiknya tim verifikasi yang baru nanti bisa terdiri dari orang-orang yang independen alias tidak dipengaruhi siapapun. "Dengan catatan, terpilihnya orang ini sebagai tim verifikasi tetap mengacu pada aturan FIFA. Kalau bisa sebaiknya tidak berasal dari parpol. Selain harus independen, tentunya orang ini harus memiliki kredibilitas baik dan kapabel (mampu) dalam mengerjakan fungsinya," ujar Kuswara.

Diskusi ini juga dihadiri anggota Dewan Pakar PSSI periode 2003-2007 Muchlis Hasyim yang menyesalkan bentuk intervensi pemerintah kepada PSSI. Pemerintah, dalam hal ini adalah sikap Menegpora Andi Mallarangeng, dinilainya telah mencoreng nama PSSI dimata FIFA dan dunia internasional.

Ia menuturkan, PSSI independen dari pemerintah dan oleh karenanya memiliki bentuk hukum dan aturan sendiri yang mengacu kepada FIFA. Dijelaskan Muchlis, sebelum masuk FIFA PSSI sudah meminta Endorsement pemerintah yang isinya agar pemerintah harus bisa mensinkronkan apabila ada UU olahraga yang tidak sinkron dengan FIFA.

Dengan sikap menegpora beberapa waktu lalu yang "meminta" ketua umum PSSi saat ini, Nurdin Halid, untuk tidak mencalonkan kembali, Muchlis cukup khawatir PSSI akan terkena sanksi FIFA. Dikatakan, FIFA bisa memberikan sanksi kepada anggotanya jika ada dugaan suap yang terbukti atau ada intervensi dari pihak lain.

"Nah, agar PSSI tidak kena sanksi sebaiknya pemerintah membiarkan PSSI menyelesaikan sendiri masalahnya. PSSI juga memiliki standard electoral code dari FIFA, dimana calon ketua umum akan dipilih dari pemilik hak suara yaitu 108 anggota PSSI yang terdiri dari pengda, pengcab, dan asosiasi," katanya.

Menurutnya, dalam urusan ini tugas pemerintah hanyalah menyediakan fasilitas. Jika sudah terjadi seperti ini, Indonesia harus merelakan selama beberapa waktu tidak bis amengikuti kompetisi sepakbola multievent. "Yang terdekat itu Sea Games, di palembang sana. Kasihan kan atlet, pelatih, dan wasit yang tidak bisa bermain. Termasuk wartawan juga yang tidak bisa ikut meliput," katanya.

Muchlis menjelaskan, jika ada aspirasi masyarakat luas yang berkenaan dengan PSSI sebaiknya tidak diutarakan melalui cara turun ke jalan atau demonstrasi. "Itu bisa disampaikan ke pengda atau pengcab PSSI. Rakyat Indonesia adalah pemilik PSSI, sehingga aspirasinya harus didengar. Dan pengcab atau pengda PSSI adalah wadah untuk mengumpulkan aspirasi itu," tuturnya.

Ditemui terpisah, pengamat sepakbola Johnny F. Tamaela menuturkan bentuk intervensi terhadap PSSI hanya bisa ditentukan oleh FIFA. "Jadi, jangan khawatir kena sanksi dulu. Itu kan masih akan dibahas besok (hari ini, red) di Zurich. Tergantung wakil PSSI (Dali Taher) yang bicara disana," katanya.

Ia menilai, sikap menegpora beberapa waktu lalu itu memang sangat mudah dianggap sebagai sebuah intervensi. "Sebetulnya apa yang dikatakannya (Andi Mallarangeng) itu sama seperti suara hati kebanyakan rakyat Indonesia. Namun karena dia bicara sebagai seorang menteri, itu bisa saja dianggap intervensi," ujarnya.

Untuk selanjutnya, ia berharap PSSI tunduk terhadap segala keputusan FIFA. Dan dengan kekisruhan akhir-akhir ini, Johnny mengatakan bisa membuat dunia sepakbola Indonesia lebih matang dengan pengalaman. "Tetapi belum tentu juga menjadi lebih baik. Setidaknya, memberikan kita pengalaman saja. Saya rasa masyarakat kita memang belum bisa menilai kejadian ini sebagai bentuk dinamika dalam organisasi sepakbola saja," katanya.

Sementara Ketua PSSI Jawa Barat, Toni Apriliani menjelaskan hasil prarakerda yang dilakukan pada Jumat (25/2) lalu mengerucut pada kesimpulan bahwa pihaknya akan tetap mendukung pencalonan Kepala Staff TNI AD George Toisutta untuk kembali mencalonkan diri sebagai ketua umum PSSI. "Itu aspirasi dari sebagian besar anggota PSSI Jabar. Ini menjadi amanah buat saya dan tentu akan disampaikan dalam kongres mendatang," ujarnya. (A-176/A-26).***

Rabu, Januari 26, 2011

PJI Jabar-LPSE Jabar


Jumat, 24 Desember 2010 
11 Kab./Kota di Jabar Belum Gunakan LPSE 
SURAPATI,(GM)-
Sebanyak 11 kota/kabupaten di Jawa Barat belum menggunakan layanan pengadaan barang/jasa secara elektronik (LPSE) atau lelang secara elektronik. Hal ini disebabkan tidak adanya kemauan dari kepala daerah dan jajarannya. 

LPSE sudah mengirimkan surat ke bupati/wali kota yang belum menggunakan LPSE sebanyak tiga kali selama tahun 2010, namun hingga saat ini masih banyak yang belum melakukannya. 

"Saya kira masalah implementasi LPSE itu bergantung kemauan bupati/wali kota dan jajarannya. Karena, anggaran untuk menggunakan LPSE tidak terlalu besar. Kalau SDM, kami sangat terbuka untuk melatih petugas LPSE. Kalau daerah belum mampu menyediakan server sendiri, kami sudah menyediakannya," ungkap Kepala Balai LPSE Jabar, Ika Mardiah kepada wartawan di saat diskusi dengan Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Jabar di Rumah Makan Sindang Reret, Jln. Surapati Bandung, Kamis (23/12).

Ia menyebutkan, ke-11 kota/kabupaten yang belum menggunakan LPSE adalah Kab. Bogor, Kab. Sukabumi, Kab. Garut, Kab. Tasikmalaya, Kab. Indramayu, Kab. Ciamis, Kab. Sumedang, Kab. Cianjur, Kota Bogor, Kota Bandung, dan Kota Cimahi.

Padahal, berdasarkan Perpres 54 Tahun 2010, setiap instansi pusat/pemerintah provinsi/pemerintah kabupaten dan kota, wajib membentuk LPSE. Mulai 1 Januari 2011, pengumuman lelang barang/jasa pemerintah pada Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE. Kemudian, mulai 2012 setiap satuan kerja wajib mulai menerapkan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik melalui LPSE.

"Proses lelang barang/jasa melalui LPSE akan lebih transparan, dapat dipertanggungjawabkan dan mudah diaudit. Dengan sistem ini pula kita bisa meminimalisasi bahkan menghilangkan praktik korupsi dan gratifikasi. Terbukti, setelah Pemprov Jabar menggunakan LPSE maka pengaduan ke KPK tentang dugaan penyelewengan dalam lelang di Jabar menjadi jauh berkurang. Tahun 2009, ada enam pengaduan dugaan korupsi atau gratifikasi terkait proses lelang di Jabar. Namun di tahun 2010, hanya ada satu," jelas Ika. 

Selama ini, ada beberapa daerah dari 11 kota/kabupaten yang sudah mempersiapkan menggunakan LPSE. Namun, hingga saat ini belum juga di-launching. 

Ia menambahkan, hingga 23 Desember 2010 jumlah paket lelang yang ditangani LPSE Jabar 1.566 paket. Paket yang sudah selesai sebanyak 1.486 paket. Jumlah anggaran mencapai Rp 2,4 triliun, realisasi Rp 2,3 triliun. Ada efisiensi sekitar 13 persen. "Secara tekis penggunaan LPSE tidak terlalu sulit. Masalah ini bergantung kemauan kepala daerah," tegasnya. (B.96)**