23-04-2008 17:23 WIB
Catatan dari Workshop Perbankan,
Perhimpunan Jurnalis Indonesia (1)
Inflasi dan Nasi Kuning Rp50 Ribu per Porsi
Istilah “Inflasi” belakangan menjadi akrab di telinga masyarakat Indonesia. Bagaimana pengaruhnya bagi pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga menyebabkan harga nasi kuning campur oreg tempe yang biasa kita konsumsi bisa melambung jadi Rp50 ribu?
Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) bekerjasama dengan Dewan Pers menggelar Workshop Perbankan Untuk Jurnalis di Grand Permata Hotel, Bandung Sabtu dan Minggu (19-20/4). Mereka menginginkan para peliput bidang ekonomi dan bisnis memiliki pengetahuan lebih soal dunia perbankan, terutama masalah pergerakan inflasi.
Nah, atas dasar itu PJI mengundang banyak narasumber yang kompeten, seperti Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dr Hartadi A Sarwono, mantan Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudohusodo, Pengamat Ekonomi Rofikoh Rokhim, Ekonom Unpad Ina Primiana, anggota Dewan Pers Wikrama I Abidin, dan anggota Dewan Kehormatan Kode Etik PJI Andi Surudji.
Kegiatan ini diikuti puluhan wartawan cetak dan elektronik dari wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jogjakarta dan Jawa Timur. Menurut Ketua Umum PJI pusat Ismed Hasan Putro, even yang jarang dilakukan ini merupakan bukti nyata kepedulian PJI kepada insan pers nasional. Pada kesempatan itu pihaknya melantik kepengurusan daerah (pengda) PJI Jawa Barat periode 2008-2013 di bawah pimpinan Olih Solihin (Radar Bandung).
Sebagai Perekonomian terbuka yang baru saja pulih dari krisis, menurut Hartadi, negeri ini tidak pernah kebal dari perkembangan ekonomi dunia. Gejolak harga internasional itu “diperkuat” dampaknya oleh buruknya prasarana transportasi dan tingginya ekspektasi (perkiraan) inflasi para pelaku ekonomi akibat pengalaman masa lalu.
“Inflasi Maret 2008 yang diperkirakan lebih rendah dari bulan sebelumnya, justru melambung ke angka 0,95 persen (month-to-month) sehingga mengakumulasi inflasi di triwulan pertama ini pada tingkat 3,41 persen (year-to-year),” ungkap Hartadi.
Menurutnya, berbagai perkembangan eksternal seperti kenaikan harga komuditas dan melambatnya ekonomi global serta tekanan terhadap fiskal berpotensi menurunakan prospek pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan tekanan inflasi 2008 dari proyeksi sebelumnya. Apalagi hal tersebut masih berpotensi membruuk lagi seiring masih tingginya faktor risiko. Sehingga pada akhirnya bermuara pada kondisi perekonomian nasional, termasuk kenaikan harga barang-barang pokok.
Nah melihat kecenderungan tersebut, rasanya sinkron dengan fenomena ditengah-tengah berlangsungnya acara.Saat itu, seorang rekan dari Cirebon M Ronna Anggiedatang ke hotel lebih awal dari peserta lainnya. Karena merasa lapar dia berniat sarapan pagi di coffee shop. Karena panitia tidak mengagendakan sarapan pagi, maka dengan terpaksa teman dari Radar Cirebon itu makan di tempat itu meski sempat diberitahu bakal terkena cash.
Menunya hanya sepiring nasi kuning dengan lauk oreg (tempe kering) dan kentang goreng plus secangkir teh hangat. Bergegas setelah selesainya, menuju kasir. Tapi dia kaget setelah tagihan yang harus ia bayar sebesar Rp50 ribu. Dengan berat hati, terpaksa harus membayar. “Mungkin ini akibat inflasi ya. Tapi tidak apa-apa, yang penting saya mendapat ilmu dari orang-orang di bidangnya,” kata Ronna menghibur diri (*)
(Iman Saffir Rahman) Sumber:RADAR BOGOR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar