Selasa, November 11, 2008













Merger BUMN
23 Perusahaan Masih Merugi pada Tahun 2008
Senin, 10 November 2008 | 00:43 WIB

BANDUNG, KOMPAS - Pada tahun 2008, diproyeksikan terdapat 23 badan usaha milik negara yang masih merugi. Tahun lalu, 33 BUMN mengalami kerugian dengan jumlah total sekitar Rp 6,6 triliun.

Tahun 2006, jumlah perusahaan BUMN yang rugi sebanyak 38 dengan total nilai kerugian Rp 3,8 triliun. Hal itu dikatakan Sekretaris Kementerian Negara BUMN Said Didu pada workshop bertema ”Privatisasi, Profitisasi, dan Konsolidasi BUMN”, yang diselenggarakan Perhimpunan Jurnalis Indonesia, Sabtu (8/11) di Bandung.

Said menjelaskan, industri kertas, farmasi, serta perkebunan merupakan bidang-bidang usaha yang akan dimerger pertama kali karena merugi.

Penggabungan sejumlah BUMN ke dalam bentuk perusahaan induk (holding company) akan dilakukan mulai tahun 2009. Rencananya, sekitar 140 BUMN yang ada sekarang akan menjadi 25 perusahaan.

Seluruh persiapan terkait ketentuan peraturan dan perundang-undangan tentang penggabungan BUMN akan diselesaikan tahun ini.

”Semakin cepat semakin baik. Hal ini untuk menyelamatkan sejumlah BUMN yang kinerjanya merugi,” ungkapnya.

Said Didu mengakui, masih terdapat kendala hukum terkait merger atau akuisisi BUMN. Namun, saat ini pihaknya bersama PT Perusahaan Pengelola Aset tengah mencari celah untuk menyiasati kondisi tersebut.

Sementara itu Ketua Komite Kebijakan Publik Kementerian Negara BUMN Fachry Ali mengatakan, salah satu penyebab belum optimalnya kinerja BUMN karena belum ada pasal tentang tata cara penilaian terhadap kinerja BUMN; sebelum diambil keputusan apakah BUMN itu akan digabung, dilebur, diambil alih, atau dibubarkan.

Selain itu, lanjut Fachry, juga belum dirancang pasal-pasal yang memuat sanksi bagi BUMN dan pemerintah apabila tidak menjalankan tugas sesuai dengan aturan yang ada.

Pengamat ekonomi dari Universitas Padjadjaran Bandung, Ina Primiana, menyarankan supaya pemetaan BUMN dilakukan ke dalam beberapa sektor.

”Pertama, kelompok BUMN yang bergerak di sektor usaha yang kompetitif, seperti hotel, niaga, dan farmasi. Kedua, BUMN yang bersifat oligopolistik, seperti telekomunikasi dan pertambangan. Ketiga, BUMN yang bersifat monopolistik, seperti pelabuhan, kereta api, dan listrik,” papar Ina Primiana. (GRE)

Pelantikan Pengurus-Anggota PJI Jabar oleh Ketua Umum PJI Ismed Hasan Putro, 19 April 2008 di Grand Permata Hotel Bandung






Senin, November 10, 2008

Di Antaranya PT PLN (Persero)
10 BUMN Papan Atas Merugi Rp 6 Triliun

SETRASARI,(GM) - Sebanyak 10 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang masuk kategori papan atas menderita kerugian dalam jumlah besar. Total kerugian yang diderita 10 BUMN papan atas itu mencapai angka Rp 6 triliun lebih.

Kesepuluh BUMN yang menderita kerugian paling besar adalah PT PLN (Persero), PT Djakarta Lyod, PT Merpati Nusantara Airlines, Perum Bulog, PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni), Perum Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas), PT Kertas Kraft Aceh, PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari, PT Perkebunan Nusantara XIV, dan PT Kertas Leces.

Demikian disampaikan Sekretaris Kementerian Negara BUMN, Said Didu saat menjadi pembicara dalam workshop BUMN angkatan ke-1 dengan tema "Pemahaman Jurnalis tentang Privatisasi, Profitisasi, dan Konsolidasi BUMN" yang diselenggarakan Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) di Garden Permata Hotel, Setrasari, Kota Bandung, Sabtu (8/11).

"BUMN yang merugi merupakan masalah krusial bagi Kementerian Negara BUMN. Untuk menyehatkan BUMN yang merugi, telah ditempuh berbagai kebijakan berupa penggabungan BUMN, restrukturisasi BUMN rugi yang masih punya prospek menjanjikan dan bisa direstrukturisasi secara mandiri serta langkah pamungkas dengan melikuidasi BUMN yang dianggap sudah tidak bisa lagi direstrukturisasi," papar Said.

Sapi Perah

Pengamat ekonomi Ina Primiana Syinar yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomi Unpad memandang keberadaan BUMN menimbulkan maraknya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang menyebabkan terjadinya inefisiensi. Salah satu penyebab inefisiensi adalah intervensi pemerintah yang berlebihan sehingga menjadi beban BUMN.

"Bentuk intervensi pemerintah lainnya adalah dalam bentuk tekanan politik dalam rangka pergantian manajemen dan penunjukan pihak ketiga (supplier). Kondisi itulah yang menyebabkan BUMN saat ini menjadi sapi perah penguasa, parpol, dan legislatif," kata Ina.

Diingatkannya, setiap bentuk intervensi pemerintah harus promarket, tidak diskriminatif kepada kepentingan orang, golongan ataupun kelompok tertentu.

Menurut Ina, penyebab utama kinerja BUMN kurang baik antara lain tidak efisien dan tidak profesional dalam pengelelolaan, sederetan regulasi, dan tumpang tindih peran antara Kementerian BUMN, dan departemen teknis.

"Reformasi dalam tubuh BUMN memang dibutuhkan, tapi hendaknya bukan bertujuan untuk menutup defisit anggaran saja. Terpenting dalam tujuan pembenahan yaitu meningkatkan efisiensi dengan memperbaiki alokasi dan penggunaan sumber daya, perubahan harga dan insentif, perbaikan manajemen, dan meningkatkan kompetisi," paparnya.

Berdasarkan data 2007, jumlah BUMN sebanyak 139 BUMN. BUMN dengan kategori sangat sehat berjumlah 11 BUMN, kategori sehat 95 BUMN, kategori kurang sehat 23 BUMN, dan kategori tidak sehat 7 BUMN. (B.104/B.99)**